Kenapa Kisah Inspiratif Orang Sukses itu Tidak Bisa Dipercaya Begitu Saja?

kisah inspiratif

Saya cukup yakin bahwa Anda, kemungkinan besar, pernah membaca kisah inspiratif orang-orang yang memang sukses di bidangnya masing-masing. Cerita sejarah Bill Gates, Michael Jordan, Messi, Sinatra, Leonardo Da Vinci, Tolstoy, Zuckerberg, Tesla, Jack Ma, Louis C.K., Beyonce, David Letterman, dan segudang orang-orang sukses lainnya itu memang memancing keingintahuan banyak orang.

Namun, sekarang, di sini saya akan mengatakan bahwa cerita, kisah, profil, atau apapun namanya itu, tidak bisa dipercaya begitu saja.

Sebelum salah kaprah, saya tidak menafikkan manfaat dari cerita semacam itu tadi. Hanya saja, Anda tidak bisa mempercayainya begitu saja, atau, mungkin lebih tepatnya, mengamini cerita tersebut.

Percaya yang saya maksud di sini adalah bukan berarti saya menuduh orang-orang sukses tadi berbohong ketika menceritakan kisahnya namun lebih ke percaya atau mengamini bahwa cara yang sama bisa berlaku untuk semua orang, termasuk Anda dan saya.

Saya punya 3 argumen kenapa kisah inspiratif tersebut tidak bisa dipercaya. Mari kita obrolkan satu per satu.

1. Karena bahasa memiliki keterbatasan makna

Saya sudah belajar bahasa belasan tahun dan, semakin lama saya belajar, semakin sadar saya bahwa bahasa memiliki banyak sekali keterbatasan dalam mengungkap makna. Silakan baca hasil wawancara Noam Chomsky yang berjudul The Psychology of Language and Thought jika Anda berminat belajar lebih jauh.

Mari kita langsung ambil contoh konkritnya. Saya kira setiap kisah inspiratif pasti pernah menyebutkan ‘kerja keras’ saat ditanya salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam kesuksesan mereka.

Nah, kerja keras yang dimaksud ini sayangnya bisa berbeda-beda standarnya antara satu orang dengan orang lainnya. Ada yang menganggap bekerja 8 jam sehari selama 5 hari kerja itu sudah kerja keras. Ada juga yang menganggap kerja keras itu 12 jam sehari termasuk weekend. Bahkan mungkin ada yang mendefinisikan kerja keras itu 20 jam setiap hari.

BACA JUGA: EMOJI: KETIKA BAHASA TAK MAMPU MENGUNGKAP RASA

Coba kita ambil contoh lainnya, kata sedih misalnya. Sedih diputusin pacar itu berbeda jauuuuuuuuuuuuuuuuuuh dengan sedih saat orang tua kita meninggal dunia. Sedih ditolak gebetan itu juga berbeda dengan sedih saat harus mengulang mata kuliah wajib.

Bahasa memiliki keterbatasan saat mengungkap makna dan sangat bergantung pada konteks sang pembicaranya. Hal ini yang jadi masalah dan argumen pertama saya kenapa kisah inspiratif seseorang tidak bisa dipercaya.

Kenapa? Karena nyatanya, bahasa yang jadi alat komunikasi utama kita bisa salah diartikan oleh pendengarnya – atau setidaknya tidak sama dengan yang dimaksud oleh sang pembicara.

Sehebat apapun seseorang bercerita, ia tidak akan pernah bisa menggambarkan rasa yang sesungguhnya dialami oleh Nelson Mandela ketika ia harus dipenjara, ketika Socrates dipandang gila oleh orang-orang sezamannya, ataupun ketika tokoh-tokoh besar lain bergelut dengan masa-masa terburuknya.

2. Karena hidup tidak akan bisa direduksi jadi sekumpulan kata-kata

Dari argumen saya pertama, mungkin Anda akan mengatakan, “bagaimana jika sebuah kisah inspiratif dituliskan lengkap sampai detail terkecil?”

Well, faktanya, hal itu tidak akan mungkin terjadi. Kenapa? Karena kita semua punya keterbatasan waktu. Setiap bentuk cerita, apapun medianya termasuk film, pasti punya tenggat waktu yang harus diselesaikan; punya batasan ruang dan durasi yang bisa digunakan untuk menghantarkan informasi.

Misalnya saja ceritanya Bill Gates. Sejarah mencatat Bill Gates resmi jadi milyarder (standar US$) saat di usianya yang ke 31 atau di tahun 1987. Apakah mungkin seseorang dapat menceritakan kembali perjalanannya secara detail selama 31 atau mungkin 26 tahun (jika 5 tahun pertama usia manusia tidak mau dihitung)?

Jangankan 26 tahun, kebanyakan kisah inspiratif yang terpanjang itu kemungkinan berbentuk buku atau sekumpulan buku yang bahkan bisa dibaca habis dalam waktu 30 hari.

Saya kira keterlaluan namanya jika Anda merasa mengenal dan tahu seluk beluk seseorang yang berusia 31 tahun hanya dari membaca atau menonton ceritanya selama 30 hari, 1 jam, atau malah 5 menit.

Jadi, kisah-kisah inspiratif itu sebenarnya hanya bercerita tentang satu kedipan mata, satu hembusan nafas dari perjuangan panjang orang-orang sukses tadi.

Karena reduksi pengalaman hidup yang sangat keterlaluan tadi, saya percaya sebenarnya ada banyak sekali informasi yang tidak akan pernah tersampaikan – yang bisa jadi sangat berpengaruh terhadap kesuksesan orang tersebut.

3. Karena hidup bukanlah ilmu pasti

Kisah inspiratif seseorang itu biasanya berbicara soal apa? Saya kira jika bisa dimasukkan ke kategori ilmu pengetahuan, kisah-kisah hidup itu biasanya berangkat dari sudut pandang ilmu sosial seperti ekonomi, bisnis, psikologi, budaya, dan lain-lainnya.

Saya mungkin memang bisa mendebat dan berargumen bahwa ilmu pasti yang berbasiskan pada pengamatan indera kita itu juga tidak bisa selalu dipegang kebenarannya – karena keterbatasan indera dan otak kita dalam mencerna informasi.

Namun, ilmu sosial seperti yang saya sebutkan di atas tadi bahkan lebih tidak pasti lagi. Maksud saya seperti ini, karir dan bisnis misalnya. Saya kira satu metode yang sama tidak bisa dipakai untuk memberikan hasil yang sama di ranah ini.

BACA JUGA: MARI BELAJAR

Jika Anda tidak percaya, silakan coba sendiri. Baca semua buku, artikel, atau apapun tentang Mark Zuckerberg. Ikuti semua keputusan, idealisme, dan, kalau perlu, kehidupan personalnya. Kemungkinan besar, Anda tidak akan jadi sesukses dan sekaya dia nantinya.

Karena ada faktor kesempatan, waktu, keberuntungan, biologis, dan kawan-kawannya yang tidak akan pernah bisa Anda samakan.

Mungkin, mungkin ya, mungkin (saya sampai pakai 3x ‘mungkin’ wkwkwkwkw) jika Anda bisa benar-benar meniru Zuckerberg di semua aspek, termasuk aspek-aspek yang tidak bisa Anda kendalikan – seperti kesempatan, biologis, dll. – Anda bisa saja jadi sesukses dan sekaya dia.

Namun siapa yang bisa memastikan hal tersebut? Karena, faktanya kita tidak akan pernah bisa menguji dan mengaji pengandaian tersebut. Mungkin saja di masa depan nanti, kita bisa punya alat simulasi hidup itu dan kita bisa mengujinya… Mungkin…

Akhirnya…

Sekali lagi, saya juga tidak akan menafikkan manfaat dari kisah-kisah inspiratif siapapun. Namun, saya hanya ingin mencoba menggelitik otak Anda untuk melihat lebih jauh dan berpikir lebih kritis.

Sama halnya dengan yang saya tuliskan tentang ilmu sosial atau argumentasi saya soal ilmu pasti, meski hal tersebut tidak bisa dipakai sebagai sebuah kebenaran tunggal, bukan berarti kita (Anda dan saya) jadi bisa mengacuhkannya jika kita masih ingin belajar.

Jakarta, 14 Agustus 2017

Yabes Elia

Yabes Elia

Yabes Elia

An empath, a jolly writer, a patient reader & listener, a data observer, and a stoic mentor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.