Pertempuran di Pasar yang Tersaturasi: Berebut Angka dan Mencari Makna

Pasar yang tersaturasi

Apa itu tersaturasi? Um, saya kurang yakin istilah bahasa Indonesia yang tepat karena artinya beda di KBBI wkwkwkw; tapi kalau bahasa Inggrisnya, definisi saturated menurut Cambridge adalah “to fill a thing or place completely so that no more can be added”.

Sederhananya, saturated market itu kondisi pasar yang sudah dipenuhi dengan terlalu banyak produk. Dengan begitu banyaknya produk, tidak hanya konsumen yang bisa jadi kebingungan memilih produk, tidak sedikit pula produsen yang kebingungan menjual produknya.

Saya tertarik untuk membahas hal ini dengan langsung melihat studi kasus dari beberapa industri yang saya rasa sudah tersaturasi.

BACA JUGA: KETIKA KUANTITAS TAK HARUS BERBANDING TERBALIK DENGAN KUALITAS

Gunanya apa? Well, saya kira gunanya informasi di artikel ini saya kembalikan lagi ke Anda. Jika Anda merasa informasinya tidak akan berguna, silakan bisa langsung kembali browsing meme ataupun memperkeruh jejaring sosial dengan isu-isu politik dan agama ups… ^,^

Berhubung saya memang hanya sedikit tahu tentang beberapa industri, kita hanya akan menilik studi kasus dari 3 industri yang saya kenal cukup dekat, yaitu industri game (mobile), ponsel, dan media (online).

1. INDUSTRI GAME MOBILE

Sejak Januari 2015 sampai Januari 2016, saya bekerja untuk sebuah aplikasi app store (semacam Google Play Store) bernama Mobogenie. Karena itu, saya harus banyak-banyak menambah wawasan soal aplikasi dan game mobile.

Kala itu, saya mencoba belasan aplikasi dan game setiap harinya. Setelah saya keluar dari sana pun, saya juga masih tertarik mencoba berbagai game Android setiap hari. Plus, saya juga selalu ingin tahu game-game yang dimainkan anak saya.

image credit: androidpit.com

Perhitungan kasarnya, saya sudah memainkan lebih dari 10 ribu game Android sampai detik ini. Angka ini sebenarnya masih sangat kecil mengingat ada jutaan game yang tersedia di Play Store namun saya kira cukup untuk menjadi justifikasi wawasan saya tentang game mobile.

Karena begitu banyaknya jumlah game mobile, saya kira saya bisa bilang bahwa industri game mobile bisa juga disebut pasar yang tersaturasi.

Meski jumlahnya begitu buanyaaaaak, jika Anda juga pemerhati game mobile, saya kira Anda akan setuju dengan saya jika saya bilang kebanyakan game-game mobile adalah tiruan game lainnya. Namun demikian, selalu saja ada satu industry leader di setiap pasar.

BACA JUGA: BEHAVIORAL ECONOMICS: SEBUAH PENGANTAR

Dalam hal mobile game, saya kira saya harus memberikan posisi itu ke Supercell. Kenapa? Karena, game-game merekalah yang selalu ditiru oleh kebanyakan developer game lainnya.

Clash of Clans

Game buatan mereka juga laris manis di pasaran, seperti Clash of Clans (CoC) yang enggan keluar dari 10 besar game Top Free dan Top Grossing di Play Store selama bertahun-tahun; ataupun Clash Royale yang langsung mengguncang dunia persilatan sejak pertama kali dirilis sampai hari ini. Demikian juga dengan Hay Day, meski tidak sekuat dua game tadi, namun tetap ditiru banyak game casual lainnya.

Memang, banyak game mobile yang langsung meraup ratusan ribu gamer dan berkarung-karung uang meski baru sebentar dirilis hanya dengan meniru gameplay dari industry leader seperti Supercell itu tadi; atau malah meniru game-game PC yang sudah mengakar bertahun-tahun sebelumnya, seperti World of Warcraft, Counter Strike, ataupun League of Legends.

Namun demikian, angka-angka tadi mungkin jadi tak berarti ketika produknya gagal mendefinisikan dirinya sendiri. Pasalnya, tidak sedikit juga game-game yang cepat tenar namun cepat juga hilang ditelan bumi.

Sedangkan Supercell, seperti yang saya bilang tadi, mereka tetap bertengger kuat di puncak. Bahkan, Tencent, salah satu perusahaan terbesar asal Tiongkok berani membeli kepemilikan Supercell dengan harga US$ 8,6 miliar (hitung sendiri ya kalau dirupiahin jadi berapa) tahun lalu.

BACA JUGA: DARI SUDUT PANDANG PSIKOLOGIS, KENAPA KITA BERMAIN GAME?

Kenapa Supercell bisa kokoh berdiri sedangkan banyak developer dan publisher game mobile lainnya jatuh bangun?

Berhubung saya memang dasarnya reviewer dan lebih banyak fokus ke produk, mari kita lihat sebentar 2 produk Supercell, CoC dan Clash Royale.

Clash Royale

Sebelum ada CoC, tidak banyak game-game strategi di platform mobile, setidaknya di Android. Kenapa? Karena game strategi itu biasanya banyak sekali tombol dan fungsinya. Hal ini tentunya jadi menyulitkan developer game mobile karena layar perangkat mobile itu terlalu kecil untuk jari-jari kita.

Hal ini tidak jadi masalah di PC karena layarnya cukup besar dan pointer mouse pun ukurannya sangat kecil (plus, PC juga punya keyboard dengan puluhan tombol).

Di CoC, Supercell berhasil mengadaptasi kendali permainan yang tidak mudah itu tadi dengan cukup sempurna di mobile. Kenapa saya bisa bilang demikian? Karena sebelum CoC, game mobile apa yang paling populer? Angry Bird. Pernah main? Kalau pernah, saya kira Anda tahu seberapa simple-nya kendali permainan yang ada di Angry Bird.

Tentunya, tidak hanya di soal kendali saja kehebatan CoC, gameplay, grafis, monetisasi, dan berbagai aspek lainnya memang istimewa namun CoC berhasil mendefinisikan dirinya sendiri sebagai pionir game strategi di mobile.

Clash Royale pun demikian. Ia memang masih menggunakan konsep dasar strategi. Namun, menurut saya, yang berbeda dari Clash Royale adalah ia game strategi dengan skala yang lebih kecil, lebih sederhana, namun bertempo lebih cepat. Sama seperti CoC, Clash Royale berhasil menemukan makna uniknya sendiri di tengah jutaan game mobile lainnya.

2. INDUSTRI PONSEL

Harus saya akui, wawasan saya tentang industri ponsel memang tidak sekuat wawasan saya tentang game mobile tadi. Namun demikian, saya melihat ada fenomena yang serupa dengan yang sempat saya bahas tadi dan saya kira industri ponsel sekarang juga bisa dikatakan sebagai sebuah pasar yang tersaturasi.

Masih ingatkah Anda beberapa tahun silam, kalau tidak salah sekitar 2012, saat awal-awal banyak ponsel merek lokal, India, dan Tiongkok mengguyur Indonesia? Ada belasan atau bahkan mungkin puluhan merek yang bahkan tidak bisa saya hapalkan semuanya.

Namun, IMHO, banyak produk ponsel merek-merek baru itu tadi gagal menemukan maknanya masing-masing. Hampir semua ponsel itu hanya dikenal sebagai ponsel yang bisa digunakan untuk menangkap siaran TV dan dibanderol dengan harga murah.

BACA JUGA: ANTARA KEPUASAN PENGGUNA VS. KEPENTINGAN BISNIS

Sekarang pun juga demikian, meski telah bergeser ke ponsel pintar dan Android. Kebanyakan produk ponsel belum dapat menemukan jati dirinya masing-masing. Merek-merek baru biasanya hanya mengandalkan banderol harga murah untuk bersaing dengan nama besar Samsung yang jadi penguasa pasar Android (setidaknya menurut laporan dari IDC).

image credit: mi.com

Mungkin saja, saya yang terlalu bodoh, namun saya tidak dapat menemukan keunikan di banyak merek smartphone. Hanya ada beberapa merek yang bisa saya sebutkan keunikannya yang langsung terlintas di kepala, seperti Xiaomi yang selalu menawarkan Custom ROM (MIUI) dari pabrikannya dan Lenovo yang selalu mengesankan kapasitas baterai yang besar di benak saya.

Mungkin memang ada produk-produk dari merek lain yang menawarkan fitur unik namun, jika berbicara soal brand, 2 merek tadi lah yang bisa saya sebutkan dengan cepat jika berbicara soal keunikan.

Entahlah, bisa jadi saya yang salah; namun tanpa fitur unik, banyak merek smartphone akan tenggelam dan terlupakan seperti berbagai handphone TV tadi ketika mereka kehabisan budget marketing.

3. INDUSTRI MEDIA ONLINE

Jika Anda biasa main ke Zilbest ini, Anda pasti tahu pengalaman kerja saya memang paling lama di media, sekitar 7 tahunan. Jadi, saya kira saya bisa mengatakan bahwa saya juga cukup dekat dengan industri ini.

Mendirikan media online memang jauh lebih murah dan mudah ketimbang media cetak karena proses produksi dan distribusi yang lebih cepat. Karena itu, ada buanyaaaaak sekali media online yang bisa ditemukan sekarang ini dan berarti industri media online juga bisa dibilang sebagai pasar yang tersaturasi.

Meski begitu, banyak media online menggunakan trik yang serupa. Ambil berita dari situs-situs luar negeri (diterjemahkan atau ditulis ulang), tulis berita banyak-banyak tanpa memperhatikan kualitas informasi yang dibagikan, diberi judul yang hiperbolis, bombastis, biar diklik, dan trik-trik lainnya yang saya kira bisa Anda temukan juga.

Sebelum membahas lebih jauh soal media, harus saya akui, saya memang munafik… Aoakwoaokawokwa… Saya juga menggunakan trik yang serupa kalau saya disuruh atasan nyahaha…

Hanya di Zilbest inilah saya bisa menetapkan standar idealisme saya karena memang tidak ada yang bisa memerintah atau melarang saya.

BACA JUGA: REVIEW TENTANG REVIEW

Karena itu, sebenarnya saya juga tidak menyalahkan kawan-kawan saya yang juga jadi buruh tulis di media-media online. Banyak dari mereka juga sebenarnya jengah dengan trik-trik seperti tadi (meski tidak sedikit juga yang tidak terlalu peduli dengan pembacanya wkawakawkak) namun mereka memang tidak punya wewenang untuk mengganti mekanisme dan target pekerjaan.

IMHO, fenomena yang saya tuliskan tadi di industri game mobile dan industri ponsel juga terjadi di industri media online. Banyak media online belum mampu menemukan identitasnya masing-masing karena hanya terlalu fokus meniru media-media yang sudah populer lebih dulu.

Memang, ada banyak juga sih media online lokal yang sudah berhasil menemukan identitasnya masing-masing seperti, tempat beberapa kawan saya bekerja, situs berita yang khusus untuk startup ataupun media online khusus hardware PC (yang saya kira tidak perlu saya sebutkan namanya karena mereka memang sudah berhasil membangun image itu).

Future Magazines

Media-media online yang gagal menemukan identitasnya masing-masing itu mungkin memang masih bisa bertahan asal mendapatkan sedikit keuntungan karena ongkos produksinya memang jauh lebih murah daripada mempertahankan perusahaan ponsel ataupun developer game. Namun, kemungkinan besar, mereka akan berada di kondisi hidup segan mati tak mau.

Akhirnya…

Entahlah, lagi-lagi saya akan katakan, mungkin saya yang terlalu bodoh atau malah terlalu idealis untuk bisa memahami strategi tiru-meniru yang saya tuliskan di 3 industri tadi.

Zilbest ini sendiri pun sebenarnya juga identitas dan popularitasnya masih antah berantah akwakwkawka… Jadi, mungkin memang cara itu tadi yang lebih benar dan lebih efektif.

Meski memang saya bisa berdalih modal saya di sini memang hanya modal nekat plus sisa uang makan nyahahaha.

Namun, jika saya boleh memilih, ketika saya harus bertempur di pasar yang tersaturasi, saya akan tetap berebut angka sembari mencari makna.

Jakarta, 11 Juli 2017

Yabes Elia

Yabes Elia

Yabes Elia

An empath, a jolly writer, a patient reader & listener, a data observer, and a stoic mentor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.