Inteligensi #2 – Sebuah Opini

Inteligensi… Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, inteligensi adalah daya reaksi atau penyesuaian yang cepat dan tepat, baik secara fisik maupun mental, terhadap pengalaman baru, membuat pengalaman dan pengetahuan yang telah dimiliki siap untuk dipakai apabila dihadapkan pada fakta atau kondisi baru; kecerdasan.

Selain perdebatan antara Nature vs. Nurture, permasalahan intelegensi tidak hanya berhenti di sana. Definisi mungkin memang mudah dibuat namun bagaimana dengan satuan ukuran inteligensi itu sendiri? Hal-hal apa sajakah yang sebenarnya menentukan tingkat kecerdasan seseorang? Ranah apa sajakah yang bisa dimasukkan dalam kategori kecerdasan, ilmu pasti, ilmu sosial, kecerdasan emosional, kreatifitas, kepekaan terhadap estetika atau karya seni, atau yang lain-lainnya?

Satu pertanyaan yang bisa Anda pikirkan dari saya, “Manakah yang lebih pintar antara seseorang lulusan S2 di universitas luar negeri dengan seseorang dengan berbekal ijazah SMA?

inteligensi-zilbest

Sebelum saya menjawab pertanyaan di atas, saya percaya bahwa tingkat kecerdasan kita ditentukan oleh 2 aspek besar: keberuntungan dan keputusan kita.

Keberuntungan yang saya maksud di sini bisa dalam berbagai bentuk. Misalnya, soal bakat alami kita (mungkin istilah yang lebih ilmiah adalah DNA yang ada di diri masing-masing kita – yang memang faktanya berbeda tiap-tiap orang), perkembangan fisik, kesehatan otak, dan juga, yang tak kalah penting, orang tua kita.

Dari semua bentuk keberuntungan tadi, saya kira faktor orang tua yang mungkin perlu saya jelaskan lebih jauh. Faktor orang tua di sini tidak hanya berpengaruh pada gen atau sel-sel yang menyusun entitas kita sebagai seorang manusia namun juga dalam tataran sosial.

DNA-inteligensi-zilbest

Kenyataannya, tempat di mana kita bersekolah atau kuliah mungkin sekitar 80-90% ditentukan oleh siapakah orang tua kita. Ijinkan saya mengambil contoh diri saya sendiri, saya kebetulan bisa kuliah S1 di Universitas Sanata Dharma, jurusan Sastra Inggris.

Andai saja, saya punya orang tua yang jauh lebih kaya, katakanlah Bill Gates misalnya, kemungkinan saya kuliah di universitas yang sama mungkin hanyalah 0,000000001% karena saya bahkan mungkin tidak akan pernah mendengar nama Sanata Dharma jika saya jadi anaknya Bill Gates. Sebaliknya, jika saya lahir di keluarga yang tidak semapan orang tua saya dulu, mungkin saya bahkan tidak bisa mencicipi bangku kuliah.

Maaf, jika Anda adalah salah satu orang yang bangga hanya karena pernah mengenyam pendidikan S2 di luar negeri, Anda mungkin perlu berpikir ulang. Tanyakan hal ini di lubuk hati kecil Anda, “jika Anda dilahirkan oleh orang tua yang berbeda, berapa persen kemungkinan Anda akan kuliah di tempat yang sama?

inteligensi-zilbest

Saya memang tidak ingin menihilkan faktor keberuntungan itu tadi karena kenyataannya hal tersebut memang berpengaruh. Namun demikian, ada faktor yang, bagi saya, lebih penting ketimbang keberuntungan yaitu keputusan. Saya percaya bahwa kita bisa sampai di titik tingkat kecerdasan kita sekarang ini adalah karena hasil akumulasi dari ribuan keputusan yang kita buat setiap harinya. Keputusan itu bisa saja sangat besar dan signifikan namun juga bisa saja terlihat sepele, apakah yang bisa Anda pelajari dari kegiatan Anda sehari-hari? Apakah Anda menyadari alasan dan motivasi dari setiap keputusan Anda?

Mengapa saya bisa mengatakan bahwa faktor keputusan lebih penting ketimbang keberuntungan?

Saya percaya bahwa ada 4 resources (sumber daya) yang dimiliki oleh setiap orang, yang harus dikelola:
1. Waktu
2. Relasi
3. Pengetahuan
4. Uang

Faktor keberuntungan lah yang memberikan Anda 4 resources di atas dalam jumlah yang berbeda-beda setiap orangnya. Contohnya, jika Anda kebetulan dilahirkan di keluarga mapan sandang pangan, Anda memiliki akses uang yang lebih banyak ketimbang mereka yang lahir di keluarga kekurangan. Namun faktor keputusan adalah yang menentukan bagaimana Anda bisa memanfaatkan sumber-sumber daya yang Anda miliki dengan lebih maksimal.

inteligensi-zilbest

Misalnya saja, bagaimana Anda menghabiskan waktu Anda sehari-harinya? Apakah Anda belajar setiap hari? Bagaimana Anda memanfaatkan kesempatan yang Anda miliki ketika Anda bisa kuliah? Bagaimana Anda memperlakukan orang-orang di sekitar Anda? Jawaban dari semua pertanyaan-pertanyaan ini merupakan hasil dari keputusan kita.

Jadi, akhirnya, kembali ke pertanyaan yang saya tanyakan tadi, “Manakah yang lebih pintar antara seseorang lulusan S2 di universitas luar negeri dengan seseorang dengan berbekal ijazah SMA?” Jawabannya, saya tidak tahu dan tidak akan pernah berani menilai jika hanya melihat faktor pendidikan akademis semata… Pasalnya, bagi saya, tingkat kecerdasan atau inteligensi seseorang ditentukan oleh bagaimana tiap-tiap orang mengelola sumber-sumber daya yang ia miliki.

Jakarta, 7 April 2016
Yabes Elia

Yabes Elia

Yabes Elia

An empath, a jolly writer, a patient reader & listener, a data observer, and a stoic mentor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.