Dimas Praja: Ketika Tinta Bicara

Profil kita kali ini mungkin memang yang paling menyeramkan dari perawakan fisiknya dibanding profil-profil lainnya yang sudah berbagi ceritanya di sini – dan mungkin akan tetap jadi yang paling menyeramkan sampai kedepannya nyahahaha

Badannya tinggi besar dengan tubuh penuh tato. Namun demikian, saya kira kita semua pernah mendengar ungkapan “Don’t judge a book by its cover…” dan profil kita yang satu ini adalah salah satu bukti nyatanya.

ibas-motor

Meski berperawakan seram, kawan lama saya ini sangat baik hatinya – paling tidak, ia sangat baik kepada saya karena dia adalah salah satu kawan saya yang tak lelah memberikan wejangan-wejangan hidup waktu saya berada di salah satu titik tersulit dalam hidup saya.

Dimas Praja adalah seorang seniman tato dari Yogyakarta. Dia memiliki studio tato sendiri bernama CarpeDiem TattooStudio, di kawasan Janti, DIY.

carpediem-tattoo-studio

Mas Dimas yang sudah bergelut di dunia tato selama belasan tahun – bahkan sebelum studionya berdiri di tahun 2007 – ini juga sudah melanglang buana mengikuti berbagai event tato di seluruh Indonesia.

Meski berada di Yogyakarta, klien-klien Mas Dimas datang dari berbagai kota dan tak sedikit juga turis asing yang telah menjadi kanvas bagi gambaran tangannya.

Oh iya, jika tidak bisa berpergian ke Yogyakarta untuk memintanya melukis di tubuh Anda, Anda juga bisa memanggilnya untuk datang ke kota Anda dengan sejumlah ketentuan – Anda bisa mengontaknya sendiri melalui website atau Facebook page CarpeDiem.

tatto-dimas-praja-1

The Beginning

Cerita Mas Dimas mengawali perjalanannya sebagai seniman tato ini sangat menarik. Ia bercerita bahwa pertama kali ia menggambar di tubuh orang adalah saat ia dipaksa oleh seorang mantan narapidana yang baru saja keluar dari penjara untuk menato badan sang mantan napi tadi.

Jadi, kebetulan kala dia masih SMP, dia sering menggambari bodi (topong) becak yang mangkal di depan apotek milik kakeknya. Sang preman yang mantan napi itu pun melihat gambar-gambarnya dan menyuruhnya untuk menggambar burung garuda di tubuhnya.

tatto-dimas-praja-3

Waktu pertama kali itu, sang preman tadi jugalah yang mengajarinya bagaimana cara menato – dengan berbekal pengalaman melihat bagaimana cara menato di penjara.

Setelah satu preman selesai digambar, muncul lagi kawan-kawannya yang juga ingin ditato oleh Mas Dimas. 4 tahun pun berlalu sampai ia bertemu dengan seseorang yang mengajarkannya teknik tato yang benar – bukan yang ala penjara tadi – mulai dari soal higienitas dan sterilisasi alat, teknik menggambar, tinta dan pewarnaan, sampai juga struktur kulit.

Semua hal yang ia pelajari selama 4 tahun tadi ternyata salah semua dan ia harus belajar dari nol untuk teknik yang benar-benar bersih, rapih, dan detil. Namun, walaupun semua teknik yang salah tadi sudah tidak ia gunakan lagi sekarang, Mas Dimas mengaku bahwa ia tidak menyesalinya karena hal tersebut adalah proses yang memang harus ia jalani untuk menjadi seorang seniman tato.

tatto-dimas-praja-2

Why tattoo…?

Saya pun tertarik untuk menanyakan lebih dalam kenapa ia menyukai tato, apakah yang membuatnya berbeda dengan melukis di kanvas atau pun malah di layar secara digital?

Mas Dimas pun mengatakan tato itu lebih personal daripada lukisan atau gambar-gambar lainnya karena ia akan kita bawa kemanapun kita pergi. Setiap gambar itu memberikan arti yang berbeda-beda yang sangat personal kepada sang pemilik tato.

tatto-dimas-praja-4

Selain dari segi estetika, Mas Dimas juga memaknai tato sebagai sebuah pengingat diri tentang pengalaman hidup tiap-tiap individu. Misalnya, ia sendiri memiliki 2 tato hewan yang ia jadikan pengingat dari shio kedua anaknya. “Jadi, ketika saya tua nanti, saya masih akan selalu ingat kapan anak-anak saya dilahirkan.” Katanya.

Menariknya, selain belajar untuk kepentingan teknik tato sendiri seperti proses sterilisasi, higienitas alat, tinta dan macam-macamnya, proses pembelajaran Mas Dimas juga menjadikannya lebih sensitif terhadap detil-detil kecil.

Percaya saya, Anda tidak mau ditato oleh orang yang tidak terlalu peduli soal detil – karena memperbaiki tato yang salah tidak akan semudah menekan Alt+Ctrl+Z layaknya di Photoshop.

Ia pun juga jadi belajar banyak tentang budaya-budaya daerah baik lokal ataupun internasional saat mempelajari desain-desain tradisional. Ia jadi lebih peduli dan menghargai kearifan lokal dan tradisional yang mungkin sudah tidak terlalu banyak lagi diperhatikan di jaman modern sekarang ini.

tatto-dimas-praja-5

How’s Business?

Tentunya, selain menjadi seorang seniman, karena Mas Dimas memiliki usaha sendiri, ia juga harus bergelut dengan sisi bisnis agar terus bisa berkarya sesuai dengan idealismenya.

Satu hal yang menarik yang kami bicarakan adalah bagaimana ketika bisnisnya sedang sepi. Karena faktanya, meski memang tato sudah lebih diterima oleh kalangan umum sebagai bentuk karya estetika dibanding belasan tahun yang lalu, masih tidak sedikit juga yang mengasosiasikan tato dengan kriminalitas – ditambah lagi saingan studio tato juga semakin banyak setiap tahunnya.

tatto-dimas-praja-6

“Kalau kamu mau cari aman, sebaiknya memang jangan buka bisnis sendiri. Jadi karyawan saja. Karena meski bisnis sedang sepi, seorang karyawan tetap bisa mendapatkan penghasilan minimal yang stabil – berbeda dengan sang pemilik bisnis.” Kata Mas Dimas.

Lagipula, jika setiap kali kamu mengalami kesulitan, kamu menyerah dan berhenti berproses, kamu tidak akan jadi siapa-siapa…” Imbuhnya.

So…?

ibas-tato

Jujur saja, saya sangat menikmati proses wawancara dengan setiap profil di sini karena saya tidak hanya bisa berbagi cerita profil-profil kita dengan Anda, namun saya pribadi juga mendapatkan banyak pelajaran yang berarti.

Dari profil kita kali ini, kita bisa belajar bahwa pertama, jangan pernah menghakimi orang dari penampilannya semata karena mereka-mereka yang mungkin terlihat seperti orang-orang jalanan ^,^ bahkan bisa jadi jauh lebih bijak dari Anda.

ibas-gambar

Kedua, setiap proses belajar itu tidak akan pernah berakhir sia-sia. Mungkin memang tidak semua proses yang Anda alami akan Anda pakai lagi namun hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap kelanjutan proses Anda yang berikutnya.

Dan terakhir, jangan berhenti dan mudah menyerah ketika bertemu dengan masalah karena masalah itu lumrah – alias wajar. Teruslah berjuang karena pada akhirnya hal itu akan memberikan hasil yang sepadan dengan seberapa besar daya juang Anda.

Jakarta, 6 Juni 2016

Yabes Elia

Yabes Elia

Yabes Elia

An empath, a jolly writer, a patient reader & listener, a data observer, and a stoic mentor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.