Karena Kita akan Selalu Diburu oleh Waktu

Saya percaya ada 4 hal dalam hidup ini yang bisa kita jadikan sumber daya dalam menentukan kesuksesan kita: waktu, koneksi, pengetahuan, dan uang (materi). Namun dari keempat sumber daya tadi, hanya satu sumber daya yang akan selalu berkurang: waktu.

Jika kita pandai-pandai bersosialisasi dan mencari kawan baru, apalagi di jaman digital sekarang ini, koneksi dapat bertambah dengan cepat tanpa terasa.

Demikian juga dengan pengetahuan, jika Anda rajin belajar hal-hal baru, Anda dapat memperkaya diri dengan pengetahuan baru setiap harinya.

Uang, meski jujur saya paling lemah dalam hal ini ^,^, saya juga yakin mereka yang pandai berbisnis juga dapat menumpuk kekayaan materiil dengan cepat.

running-out-of-time

Namun waktu berbeda dengan ketiga sumber daya tadi. Siapapun Anda, sekaya, sepintar, sepopuler apapun, Anda tidak bisa menambah waktu Anda.

Bahkan sebaliknya, waktu yang Anda miliki bisa Anda investasikan untuk dirubah menjadi bentuk sumber daya lain – Anda bisa menggunakan waktu untuk belajar, berkawan, dan berbisnis.

Kalau saya boleh jujur, satu hal yang paling saya takutkan di hidup ini adalah ketika saya menjadi tua dan pikun nanti – dan itu pasti. Saya akan kehabisan waktu untuk mengumpulkan sumber daya yang bisa saya wariskan ke anak saya nanti.

#YOLO

yolo-meme

Ada satu hashtag yang populer beberapa tahun silam, YOLO: You Only Live Once. Mungkin memang orang-orang yang menggunakan hashtag ini adalah mereka-mereka yang berpikir untuk menikmati hidup ini sebebas-bebasnya.

Namun hal ini juga bisa berlaku bagi mereka yang ingin berkarir, belajar, dan meraih capaian yang setinggi mungkin. Pasalnya, kesempatan kita untuk meraih capaian tertinggi, apapun itu, juga cuma sekali – dan kita hanya punya waktu yang sangat terbatas.

Sebenarnya perdebatan antara paham tentang bagaimana kita harus menjalani hidup sudah berlangsung ratusan atau bahkan ribuan tahun silam. Namun jaman dulu lebih dikenal dengan perdebatan antara Carpe Diem vs. Memento Mori.

Mungkin memang paham yang kedua di atas lebih ke soal religi, namun saya kira perdebatannya hampir sama tentang apakah yang seharusnya kita lakukan di hidup kita: menikmatinya sebebas mungkin atau memperkuat disiplin diri untuk tujuan akhir kita – entah itu karir, pengetahuan, atau malah religi.

Which Path to Choose?

crossroad

Jika Anda tanya saya, jujur saya juga tidak bisa dan tidak berhak memberikan jawabannya tentang apa yang seharusnya kita lakukan dengan hidup kita – bahkan saya merasa hal tersebutlah akar masalah dari banyak hal yang ada di dunia ini, yakni ketika satu golongan memaksakan kepada golongan yang lain tentang bagaimana harus menjalani hidup.

Ijinkan saya bercerita sedikit dari pengalaman saya. Saya dan kakak perempuan saya adalah 2 tipe pelajar / mahasiswa yang sangat berbeda. Kakak perempuan saya lebih ke tipe mahasiswa rajin dan disiplin yang bisa menyelesaikan masa kuliah dalam kurun waktu 3,5 tahun dengan IPK 3,5 ke atas.

Saya? Saya lebih banyak bermain-main dengan banyak hal ketika kuliah sehingga saya butuh waktu 5 tahun untuk menyelesaikan studi S1 saya – dengan IPK 2,91, nyaris dan miris hahaha

study-stress

Mana yang lebih baik di antara kedua tipe mahasiswa tadi? Saya atau kakak saya? Sekali lagi, saya tidak tahu.

Kakak saya memang jauh lebih mudah menyakinkan banyak perusahaan saat melamar kerja karena berbekal pengalaman akademis yang nyaris sempurna.

Saya? Saya mendapatkan pengalaman hidup yang mungkin lebih variatif dan kaya, yang pasti tidak dapat diukur dengan gaji ataupun materi, dan, dari petualangan saya melancong keluar dari jalur akademis, saya berkenalan dengan kawan-kawan yang mengubah total paradigma hidup saya – tentang Filsafat, Sastra, dan tentang hidup.

Jujur saja, jika saya tidak dekat dengan salah satu komunitas angkringan yang suka sekali begadang sampai pagi dan pelatih teater saya, saya tidak akan jadi pribadi yang seperti ini.

Work Hard, Play Harder?

ho1aO

Wiz Khalifa pernah merilis lagunya yang berjudul Work Hard Play Hard dan mungkin itulah yang jadi kompromi dan kombinasi gaya hidup yang dipercaya dan dijalani kebanyakan orang saat ini.

Hal tersebut mungkin kedengarannya ideal karena paham tersebut bisa jadi jalan tengah untuk menikmati sembari memperkaya hidup. Namun apakah benar demikian?

Jujur saja, saya juga tadinya berpikir demikian. Namun, saat ini saya tidak yakin. Pasalnya, procastination itu begitu adiktif dan kita, atau paling tidak saya pribadi, seringkali dibuat lupa waktu karenanya.

Saya pun seringkali lupa waktu saat sedang asik bekerja, silahkan percaya atau tidak wkwkwkw... Saat saya menulis kalimat ini, saya baru sadar saya sudah menghabiskan waktu 5 jam hanya untuk sebuah tulisan 3 halaman – dan belum jadi pula.

Saya pribadi berpikir tidak akan mungkin seseorang dapat membagi waktu yang sama persis, yang berimbang, antara waktu produktif dan waktu bersenang-senang. Belum lagi, jika kita ingin menghitung waktu untuk keluarga, baik itu orang tua, anak, atau mungkin pasangan kita.

Finally…?

Time-Management
Maaf jika saya tidak dapat memberikan jawaban atas persoalan ini karena saya kira manajemen waktu adalah satu hal yang tersulit dalam hidup ini.

Apakah mengorbankan waktu untuk keluarga demi karir adalah jawaban yang tepat? Apakah menjaga diri dengan disiplin waktu akan selalu berakhir dengan kebahagiaan dan kesuksesan? Karena faktanya, tak jarang faktor keberuntungan bisa berbuah kesuksesan dan kebahagiaan.

Plus, karena setiap kita punya waktu yang terbatas, selalu saja ada hal-hal yang harus dikorbankan demi kepentingan dan keinginan lainnya.

Namun demikian, saya kira kesadaran tentang permasalahan waktu kita yang terbatas ini adalah hal yang penting untuk disadari dan dipertanyakan setiap harinya agar kita lebih bijak dalam memanfaatkan waktu dan menjalani hidup.

Bagaimana dengan Anda…?

Jakarta, 25 Agustus 2016.

Yabes Elia

Yabes Elia

Yabes Elia

An empath, a jolly writer, a patient reader & listener, a data observer, and a stoic mentor

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.