Mantan sudah move-on? Gebetan Anda baru jadian dengan pacar barunya? Terjebak di wilayah Friendzone? Merasa sendiri ketika banyak kawan-kawan Anda sudah berpasangan?
Percayalah, saya juga tahu betul bagaimana rasanya ketika baper… Anda merasa pahit ketika ditolak dengan alasan, terlalu baik, sudah dianggap seperti kakak, tidak ingin merusak pertemanan, atau alasan-alasan klise lainnya? Well, saya pernah merasakan yang lebih pahit saat ditolak dengan alasan, “om situ kan sudah punya istri, punya anak pula… Tahu diri dong!” Wkwkwkwkwk
Lalu baper itu sebenarnya apa? Well, kalau dari singkatannya, baper itu “bawa perasaan” tapi, setidaknya dari yang saya temukan, baper ini biasanya berhubungan dengan asmara.
Berhubung tidak ada ahli atau pakar baper yang bisa saya jadikan rujukan, saya ingin merumuskan definisinya sendiri. IMHO, baper itu adalah perasaan sedih yang muncul ketika kisah asmara kita tidak sejalan dengan harapan atau keinginan kita dan kita masih belum ikhlas menerima kenyataan tersebut.
Sebenarnya, istilahnya saja yang baru karena esensi perasaan ini juga sudah dari dulu ada… Hanya saja, mungkin istilahnya saja yang berbeda dan kurang kekinian seperti cinta bertepuk sebelah tangan, atau malah kasih tak sampai – kalau meminjam judul lagunya Padi.
Kenapa kita baper? Well, jawabannya sebenarnya sederhana. Faktanya, tidak semua keinginan kita itu bisa jadi realita… Kenyataannya, rasa Anda ataupun dia bisa berubah dan tak lagi sama.
Saya kira saya tak perlu panjang lebar lagi menjelaskan baper ini, karena saya kira kemungkinan besar Anda pasti pernah merasakannya.
Namun demikian, saya kira yang lebih penting dibahas di sini adalah apa yang bisa kita lakukan ketika baper tadi? Bagaimana caranya mengolah baper tadi menjadi satu hal yang positif dan berguna?
Kesedihan bisa jadi awal dari kreatifitas
Tahukah Anda bahwa sejumlah seniman besar legendaris kelas dunia mampu menghasilkan karya-karya yang tak habis dimakan jaman karena berhasil mengolah kesedihannya jadi bentuk yang lebih nyata – sehingga bisa didengar, dibaca, ataupun dilihat – dan bisa dinikmati banyak orang?
Modupe Akinola, seorang profesor di Columbia Business School, pernah mengadakan sebuah studi yang ia jelaskan di bukunya “The Dark Side of Creativity: Biological Vulnerability and Negative Emotions Lead to Greater Artistic Creativity” untuk meneliti kaitan antara kegelisahan dengan kreatifitas.
Anda bisa membaca lebih lengkapnya di artikel Wired ini jika ingin tahu lebih detil, namun kesimpulan dari studi tersebut adalah kesedihan dapat membuat kita lebih peka dan jadi detail-oriented.
Jadi, jika nanti Anda baper, ambilah gitar atau kamera Anda, siapkan kanvas baru (Photoshop, atau Illustrator jika Anda ingin yang lebih modern), buka buku atau file teks kosong, atau bentuk kreasi lain yang Anda sukai, dan tuangkan kegelisahan Anda.
Plus, jika saya boleh menyarankan, jangan buka sosial media ketika Anda baper… Karena menulis status atau nge-tweet tidak akan mengasah kemampuan kreasi Anda.
Hal itu hanya akan memberikan gratifikasi perasaan instant yang mungkin hanya akan sesaat mengobati gelisah namun tidak memberikan dampak jangka panjang yang positif. Lagipula, maap, Anda jadi terlihat cengeng di mata kawan-kawan atau malah gebetan Anda…
Nikmati saja rasa dan sadari betul emosi Anda
Jika Anda tidak mau atau tidak ingin mengubah kegalauan Anda jadi bentuk kreatif, saran saya adalah matikan televisi, ponsel, laptop, ataupun PC Anda.
Ambilah posisi yang nyaman entah itu tiduran, duduk-duduk santai di teras, atau posisi lain yang paling asik untuk Anda, dan tenangkan diri Anda dari segala kebisingan dunia.
Jangan mencoba untuk mengalihkan perhatian Anda dengan kesibukan, berita, atau malah gosip tetangga. Tutup mata dan rasakan betul kegelisahan, kegalauan, ataupun kesedihan Anda…
Tidak enak? Memang tidak enak rasanya. Saya tahu tidak enak rasanya karena hal itulah yang saya lakukan ketika saya rindu almarhum ibu saya.
Namun, penyadaran rasa inilah yang akan membuat Anda semakin tegar dan tangguh nantinya sehingga Anda bisa lebih siap menghadapi kenyataan lain yang mungkin akan jauh lebih pahit di kemudian hari ketimbang ‘sekedar’ ditinggal pacar…
Gunakan kesempatan ini untuk berkawan dengan diri sendiri
Joe Forgas, seorang social psychologist di University of New South Wales di Australia mengatakan bahwa kegelisahaan dan kesedihan memicu “strategi pemrosesan informasi yang cocok untuk menangani situasi yang membutuhkan konsentrasi lebih”.
Jadi, Anda bisa memanfaatkan kegelisahaan dan kesedihan Anda untuk intropeksi diri. Intropeksi diri ini bisa membuahkan dua hasil penting.
Pertama, Anda bisa cari tahu kesalahan apa yang menghantarkan Anda sampai ke titik ini (mungkin Anda terlalu cemburu, mungkin Anda terlalu menuntut, dan lain-lain).
Kedua, intropeksi diri juga dapat membuat Anda mensyukuri apa yang sudah Anda miliki. Karena faktanya, ada banyak orang yang jauh lebih malang daripada Anda yang hanya ‘sekedar’ jomblo… Jangankan punya pacar, masih banyak dari mereka yang bahkan tidak punya baju ataupun akses ke air bersih.
Intropeksi diri, atau saya lebih suka menyebutnya dengan proses berkawan dengan diri sendiri, ini mengijinkan saya melihat hidup dari perspektif yang lebih bervariasi yang menyadarkan saya kembali bahwa saya bukanlah pusat dari segala-galanya.
Akhirnya…
So, jika Anda baper besok, atau malah nanti malam saat lihat status Facebook gebetan Anda, mungkin Anda bisa mencoba mengolahnya jadi bentuk yang lebih bermakna.
Mainkan gitar, guratkan kuas, ataupun rangkai kata-kata Anda. Cobalah untuk berhenti mencari gratifikasi instan yang tidak akan membangun Anda jadi lebih baik. Atau, Anda juga bisa tenangkan diri untuk menikmati dan menyadari rasa sembari menjalani proses berkawan dengan diri sendiri…
Jakarta 6 Desember 2016
Yabes Elia