Kita kembali lagi ke rubrik profil dimana kita bisa belajar dari cerita mereka-mereka yang berprestasi di bidangnya. Profil kita kali ini adalah salah seorang overclocker paling berprestasi dari Indonesia.
Bagi yang tidak tahu dengan apa itu overclocker, mereka adalah orang-orang yang hobi memacu komputer-nya untuk berlari lebih kencang, dengan segala cara – seperti meningkatkan kecepatan CPU, GPU, RAM, dan memberikan pendingin yang lebih efektif.
Well, maaf jika penjelasannya terlalu sederhana, namun jika Anda ingin tahu lebih jauh tentang overclocking, saya kira Anda bisa langsung ke JagatOC yang merupakan tempat kerja milik profil kita kali ini.
Berbeda dari Sica Harum yang jadi profil pertama kita yang merupakan penggiat literasi, Alva Jonathan merupakan salah satu penggiat overclocking tanah air dengan segudang prestasi.
Namun keduanya memiliki persamaan penting: mereka tak pernah lelah untuk belajar dan saya mengagumi mereka karena itu.
Alva “Lucky_n00b” Jonathan adalah sang Managing Editor untuk JagatOC, di bawah naungan Jagat Review. Alva merupakan salah satu dari orang yang beruntung karena ia bisa mendapatkan penghasilan melakukan apa yang dia senangi.
Awal Alva mencoba overclocking adalah ketika ia masih duduk di bangku SMP. Alasan dan tujuan Alva kala itu adalah game. Ia tahu bahwa orang tuanya tidak akan membelikannya konsol namun mereka pasti mau membelikan PC, yang juga bisa ia gunakan untuk bermain game.
Namun, karena anggaran yang terbatas, ia tidak bisa membeli Intel Pentium 3 – yang kala itu jadi prosesor high-end. Namun dia tidak menyerah dan belajar dari pamannya untuk meningkatkan kecepatan dari prosesor Intel Celeron miliknya.
Setelah merasakan signifikansi besar dari overclocking – karena dia melihat teman-temannya yang sebenarnya punya komputer dengan komponen lebih mahal namun kalah mulus performanya di dalam game – Alva pun semakin menekuni overclocking.
Sampai satu hari saat ia akan masuk SMA, ia merasa percaya diri untuk ikut lomba overclocking pertama kali. Namun ternyata, ia salah perhitungan. Ia menemukan lawan-lawan yang jauh lebih jago bahkan ketika mendaftarkan diri.
Alva pun sempat minder dan menarik diri dari lomba-lomba overclocking, sampai di tahun 2007. Kala itu ia mengikuti sebuah lomba overclocking di Singapura meski dengan harapan awal ia akan menempati posisi terakhir…
Ternyata Alva justru menempati posisi pertama dan jadi juara. Mulai dari tahun itulah, Alva membawa pulang segudang piala overclocking baik dari tingkat nasional ataupun global.
2008 merupakan awal ‘kebangkitan’nya saat ia berhasil menjadi juara dunia overclocking di ajang MSI Overclocking Arena. Mulai dari situ, ia mulai dipandang dan dicari oleh orang-orang dari industri hardware untuk dimintai pendapat tentang produk-produk mereka.
Tahun 2010 akhir, Alva pun diminta untuk mengasuh rubrik overclocking di Jagat Review dan mulai aktif memimpin JagatOC dari 2011.
Satu hal yang menarik dari obrolan panjang saya dengan sang jagoan overclocking ini adalah meski dengan segudang prestasi dan pengalamannya, Alva masih kerap kali menemukan pertanyaan-pertanyaan (baik yang ditanyakan oleh pembacanya atau yang ia temukan sendiri) yang sulit ia jawab.
Namun demikian, bagi saya, justru karena itulah saya tahu bahwa Alva memang tak pernah berhenti belajar. Karena proses belajar itu tidak hanya akan menghantarkan kita menemukan jawaban namun juga pertanyaan-pertanyaan baru yang selevel lebih tinggi.
Saya pun bertanya, “apakah ada gunanya belajar overclocking selain untuk kebutuhan praktis mempercepat performa PC?”
“Tentu saja.” Jawab Alva. Ia jadi tahu banyak soal produk IT dan dapat memprediksi arah industri hardware dari overclocking. Plus, yang tak kalah penting, overclocking juga melatih logika berpikirnya karena Alva harus mencari tahu penyebab dan solusi setiap permasalahan yang ia temui ketika asik kutak katik hardware.
“Gunanya logika berpikir?” Well, saya kira logika berpikir itu penting untuk setiap aspek hidup kita, terlepas dari apapun bidang yang ingin kita geluti.
Saya juga bertanya adakah pesan darinya bagi mereka-mereka yang ingin belajar tentang hardware ataupun hal-hal lainnya. Alva mengatakan bahwa banyak-banyaklah membaca dan stop generalisasi informasi.
Generalisasi informasi di sini maksudnya adalah coba cari tahu lebih detil tentang semua informasi yang kita terima – jangan hanya dimakan mentah-mentah. Misalnya review hardware, baca lagi spesifikasi PC sang reviewer dan jangan langsung disamakan dengan review-review lainnya karena mungkin berbeda spesifikasi ataupun tujuannya – karena ada yang memang bertujuan memberikan informasi dasar dan yang lebih spesifik, atau malah ada yang memberikan salah informasi.
Tentu saja, hal ini tidak hanya berguna ketika membaca review hardware / produk semata tetapi juga ketika Anda mendapatkan semua informasi dari berbagai sumber seperti Newsfeed Facebook ataupun gosip tetangga.
Akhirnya, saya memang tidak bisa menuliskan semua hasil perbincangan saya ataupun kisah hidup sang jawara overclocking ini karena mungkin akan jadi satu buku sendiri. Namun ada beberapa hal penting yang saya kira bisa kita pelajari bersama dari Alva Jonathan.
Pertama, ia tidak menyerah ketika kalah di awal. Ia melawan ketakutannya dan mencoba berjuang kembali.
Kedua, Alva juga tak berhenti belajar meski sudah sampai titik ini karena ia tahu masih ada begitu banyak hal harus dipelajari. Dengan belajar, kita justru jadi tahu lebih banyak tentang apa yang tidak kita ketahui.
Ketiga, stop generalisasi informasi agar Anda tidak tersesat dan mudah terhasut. Teruslah belajar dan menggali informasi lebih jauh lagi karena, pada akhirnya, proses belajar Anda tidak akan pernah sia-sia.
“True wisdom comes to each of us when we realize how little we understand about life, ourselves, and the world around us.” – Socrates
Jakarta, 25 Mei 2016
Yabes Elia